Salingsambung.com – Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Dhani, mengajukan usulan mengenai pembentukan undang-undang anti-flexing yang ditujukan kepada para pejabat publik. Usulan ini disampaikan usai menghadiri rapat bersama Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, pada Senin (8/9/2025) malam.
Dhani menilai, aturan tersebut penting untuk menjaga sikap para pejabat agar tidak terkesan pamer di tengah kondisi masyarakat yang masih menghadapi tantangan ekonomi. Ia menyebut, ide itu terinspirasi dari kebijakan serupa yang sudah diterapkan di Tiongkok. Menurutnya, langkah tersebut bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah jurang sosial semakin lebar akibat gaya hidup berlebihan yang dipertontonkan ke publik.
“Harus ada aturan yang mengikat supaya pejabat tidak pamer tanpa memikirkan perasaan rakyat. Saya mengusulkan undang-undang anti-flexing, dan pimpinan menyetujuinya,” ujar Dhani.
Pernyataan tersebut sejalan dengan arahan Prabowo Subianto kepada para anggota Fraksi Gerindra di DPR. Presiden menegaskan bahwa kader partai harus menampilkan sikap sederhana, menjaga perilaku, serta menghindari kebiasaan pamer yang dinilai tidak bermanfaat.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Sugiono, menuturkan bahwa arahan yang diberikan menyangkut gaya hidup dan sikap keseharian para wakil rakyat. Ia menegaskan, seorang pejabat harus mampu menjadi teladan, termasuk dalam hal menjaga tutur kata, perilaku, dan konsumsi sehari-hari. “Pesannya jelas, jangan berlebihan, jangan sombong, dan jangan flexing. Itu tidak ada gunanya,” ujarnya.
Dhani sendiri menanggapi arahan tersebut dengan santai. Ia menyebut dirinya memang tidak pernah melakukan flexing di ruang publik. “Saya hanya mengikuti saja. Wong saya tidak pernah flexing kan,” katanya.
Meski demikian, usulan yang diajukan Dhani ini memunculkan respons beragam di tengah masyarakat. Sejumlah kalangan menilai bahwa aturan anti-flexing perlu dibahas lebih lanjut agar tidak hanya bersifat imbauan moral, melainkan memiliki kekuatan hukum. Sementara sebagian lainnya mempertanyakan urgensi pembentukan undang-undang khusus, mengingat sudah ada norma etika yang semestinya dijunjung tinggi oleh pejabat.
Isu gaya hidup pejabat memang kerap menjadi sorotan publik. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena pamer harta di media sosial menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat. Warga menganggap perilaku tersebut mencederai rasa keadilan, terutama ketika banyak rakyat kecil masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar.
Tuntutan masyarakat terhadap pejabat untuk hidup sederhana semakin menguat. Rakyat menginginkan pemimpin yang tidak hanya hadir dalam pengambilan keputusan politik, tetapi juga mampu menunjukkan empati melalui gaya hidup yang membumi. Mereka mendesak agar para pejabat tidak sekadar dilarang pamer secara simbolis, melainkan benar-benar menjalankan kehidupan sehari-hari dengan kesederhanaan.
Usulan Ahmad Dhani mengenai undang-undang anti-flexing pun dianggap sebagai momentum untuk membuka diskusi lebih luas mengenai etika pejabat publik. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah regulasi khusus diperlukan atau cukup dengan memperkuat aturan etik yang sudah ada.
Pada akhirnya, isu ini menunjukkan bagaimana gaya hidup para pemimpin tetap menjadi perhatian masyarakat. Harapan rakyat jelas, pejabat harus lebih peka terhadap kondisi sosial dan menghindari perilaku yang dapat menimbulkan jarak dengan rakyat yang mereka wakili.