Salingsambung.com – Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr menegaskan bahwa dirinya tidak menyalahkan masyarakat atas gelombang unjuk rasa yang melanda sejumlah wilayah, terutama di ibu kota Manila. Aksi demonstrasi itu muncul sebagai respons terhadap skandal korupsi proyek pengendalian banjir yang belakangan terungkap sebagai proyek fiktif.
Dalam konferensi pers pada Senin (15/9), Marcos Jr menyebut kemarahan publik dapat dimaklumi. Menurutnya, protes yang dilakukan warga adalah wujud kekecewaan mendalam terhadap praktik korupsi yang mencederai kepercayaan rakyat. “Untuk menunjukkan bahwa Anda marah, kecewa, dan menuntut keadilan, tidak ada yang salah dengan itu. Saya sama sekali tidak menyalahkan mereka,” ujar Marcos Jr.
Gelombang aksi ini berlangsung dalam beberapa pekan terakhir, termasuk demonstrasi ribuan mahasiswa di Universitas Filipina. Meskipun sebagian besar protes masih berlangsung dalam skala terbatas, otoritas menilai potensi meningkatnya eskalasi cukup besar. Hal ini berkaitan dengan peringatan tahunan deklarasi darurat militer yang diberlakukan pada 1972 oleh ayah Marcos Jr, Ferdinand Marcos Sr. Acara tersebut diperkirakan menarik lebih banyak massa pada 21 September mendatang.
Sebagai langkah antisipasi, militer Filipina meningkatkan status kewaspadaan dengan menempatkan pasukan pada kondisi “red alert”. Pemerintah menyebut langkah itu sebagai upaya pencegahan demi menjaga stabilitas dan keamanan di tengah situasi politik yang memanas.
Dalam kesempatan yang sama, Marcos Jr juga mengumumkan pembentukan komisi investigasi untuk menyelidiki dugaan korupsi proyek infrastruktur. Mantan hakim Mahkamah Agung Andres Reyes ditunjuk sebagai ketua lembaga tersebut. Komisi yang beranggotakan tiga orang ini memiliki mandat meninjau proyek pengendalian banjir selama satu dekade terakhir.
Meski demikian, komisi ini tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman. Tugas mereka hanya sebatas mengumpulkan bukti, menyelenggarakan sidang, dan menyusun laporan investigasi. Hasil temuan nantinya akan diserahkan kepada lembaga penegak hukum yang berwenang untuk menindaklanjuti.
Nama sejumlah tokoh politik terseret dalam kasus ini, termasuk Ketua DPR Filipina Martin Romualdez yang juga sepupu Presiden Marcos Jr. Romualdez disebut dalam kesaksian sidang pekan lalu, namun ia membantah keras keterlibatannya. Marcos Jr menegaskan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, termasuk kerabat dan sekutunya.
Selain Romualdez, hampir 30 anggota parlemen dan pejabat Dinas Pekerjaan Umum serta Jalan Raya (DPWH) turut dituduh menerima aliran dana dari kontraktor. Tuduhan ini semakin menambah sorotan terhadap praktik korupsi di tubuh pemerintahan. Sejumlah pemilik perusahaan konstruksi mengaku dipaksa memberikan pembayaran tunai agar proyek bisa disetujui.
Filipina memang memiliki sejarah panjang terkait kasus penyalahgunaan dana publik. Berulang kali politisi tingkat tinggi terjerat kasus serupa, namun jarang berakhir dengan hukuman berat. Kondisi ini memperkuat ketidakpercayaan publik terhadap sistem hukum yang dinilai tidak tegas kepada pejabat berpengaruh.
Aksi demonstrasi yang kini marak dianggap sebagai refleksi dari akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap praktik korupsi yang berulang. Dengan penegasan Marcos Jr bahwa kemarahan rakyat bukanlah kesalahan, sorotan kini tertuju pada langkah konkret pemerintah dalam menindaklanjuti kasus yang menggerus kepercayaan publik tersebut.