Salingsambung.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menarik perhatian dunia melalui pidatonya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di New York, Selasa (23/9/2025) waktu setempat. Dalam pidato berdurasi hampir satu jam, ia mengeluarkan pernyataan keras mengenai isu migrasi, perbatasan, energi hijau, hingga konflik internasional yang tengah berlangsung.
Trump membuka pidatonya dengan peringatan tegas kepada para pemimpin dunia. Ia menyatakan bahwa negara-negara akan menghadapi “kehancuran” jika gagal mengendalikan arus migrasi lintas batas. Menurutnya, imigrasi massal tidak hanya menimbulkan persoalan keamanan, tetapi juga mengancam kedaulatan dan stabilitas suatu bangsa. Ia menegaskan bahwa kebijakan ketat yang diterapkan di Amerika Serikat seharusnya dijadikan contoh oleh negara lain.
Penggunaan kata “hell” atau neraka dalam pidatonya menuai sorotan. Istilah tersebut dipakai Trump sebagai gambaran kiasan untuk keruntuhan negara apabila tidak memperketat pengawasan perbatasan. Retorika yang tajam ini memperlihatkan konsistensinya dalam menjadikan isu imigrasi sebagai salah satu agenda politik utama.
Selain membahas migrasi, Trump juga melontarkan kritik terhadap kebijakan energi ramah lingkungan. Ia menyebut transisi ke energi hijau sebagai langkah yang berpotensi menghancurkan ekonomi, khususnya di kawasan Eropa. Menurutnya, kebijakan energi alternatif justru akan menjadi “jalan menuju kehancuran” bagi negara-negara Barat. Ia menyatakan bahwa ketergantungan pada energi fosil harus tetap dipertahankan karena dianggap lebih realistis dalam menjaga stabilitas pasokan.
Pidato yang berlangsung sekitar 56 menit itu juga menyinggung berbagai konflik global. Trump menolak langkah sejumlah negara Barat yang mendukung Palestina di tengah ketegangan dengan Israel. Ia mendesak Eropa agar meningkatkan tekanan ekonomi terhadap Rusia sebagai upaya menghentikan perang di Ukraina. Menurutnya, langkah yang lebih keras diperlukan untuk memberi sinyal kuat kepada Moskow.
Dalam kesempatan yang sama, Trump juga menyoroti peran organisasi internasional. Ia melontarkan kritik tajam terhadap PBB yang dinilai tidak efektif dalam menjaga perdamaian global. Bahkan, ia menuding beberapa negara besar seperti China, India, dan NATO secara tidak langsung mendukung Rusia melalui jalur pendanaan.
Soal perubahan iklim, Trump kembali menegaskan pandangannya yang kontroversial. Ia menyebut isu pemanasan global sebagai “tipuan” dan menolak konsensus ilmiah bahwa fenomena tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia. Menurutnya, dunia harus kembali pada pemanfaatan bahan bakar fosil sebagai penopang utama pembangunan. Pandangan ini jelas bertolak belakang dengan kebijakan mayoritas negara yang mendorong transisi energi bersih.
Pidato Trump di forum internasional tersebut mencerminkan gaya politik yang konfrontatif dan penuh peringatan. Meski menuai pro dan kontra, pernyataan kerasnya kembali menegaskan sikap Amerika Serikat di bawah kepemimpinannya yang mengedepankan kepentingan domestik dan menolak kebijakan global yang dianggap merugikan.
Dengan nada tegas, Trump menutup pidatonya dengan menekankan bahwa masa depan bangsa ditentukan oleh keberanian dalam mempertahankan kedaulatan. Ia menegaskan bahwa negara yang gagal menjaga perbatasannya tidak akan mampu bertahan menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.