Salingsambung.com – Konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina kembali memantik perhatian dunia internasional. Di tengah meningkatnya eskalasi kekerasan di Jalur Gaza, sejumlah negara menyatakan komitmen mereka untuk mengakui kemerdekaan Palestina.
Pada Minggu, 25 Mei 2025, Kantor Media Pemerintah Gaza menyampaikan bahwa lebih dari 77 persen wilayah geografis Jalur Gaza kini dikuasai oleh militer Israel. Pernyataan tersebut merujuk pada hasil verifikasi data lapangan yang menunjukkan dominasi pasukan Israel sejak agresi besar-besaran dimulai pada Oktober 2023.
Langkah militer Israel ini diperkuat oleh laporan dari media lokal Israel Hayom yang sebelumnya mengungkapkan rencana pengambilalihan 70 hingga 75 persen wilayah Gaza dalam waktu tiga bulan. Ekspansi tersebut menjadi bagian dari perluasan operasi militer Israel di kawasan padat penduduk itu.
Di tengah meningkatnya ketegangan, jumlah korban jiwa terus bertambah. Hingga akhir Mei 2025, lebih dari 53.900 warga Palestina dilaporkan tewas, mayoritas merupakan perempuan dan anak-anak. Serangan demi serangan juga menyebabkan kehancuran infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit dan tempat penampungan pengungsi.
Situasi tersebut memicu gelombang solidaritas dari berbagai negara. Salah satunya datang dari Malta. Perdana Menteri Robert Abela secara resmi mengumumkan bahwa negaranya akan mengakui kemerdekaan Palestina pada Juni mendatang. Dalam pernyataannya, Abela menekankan bahwa langkah itu merupakan bentuk tanggung jawab moral di tengah bencana kemanusiaan yang kian memburuk.
Abela juga mengungkapkan kesedihannya atas tewasnya sembilan anak dari seorang dokter Palestina, Dr. Alaa Al-Najjar, akibat serangan udara Israel di Khan Younis. Tragedi tersebut, menurutnya, menandai urgensi komunitas internasional untuk bertindak. Ia pun membuka pintu bagi keluarga korban untuk menetap di Malta.
Dukungan tak hanya datang dari Eropa. Di kawasan Timur Tengah, Amerika Serikat dilaporkan tengah mempersiapkan deklarasi pengakuan resmi terhadap Negara Palestina. Rencana ini akan diumumkan dalam KTT Teluk-AS yang dijadwalkan berlangsung pada pertengahan Mei 2025, bersamaan dengan kunjungan pertama Presiden Donald Trump ke kawasan tersebut dalam masa jabatan keduanya.
Menurut informasi dari seorang diplomat negara Teluk, pengakuan tersebut akan disampaikan tanpa melibatkan kelompok Hamas. Jika terealisasi, langkah Amerika ini dinilai akan mengubah dinamika politik di Timur Tengah serta mendorong negara-negara lain untuk mengikuti langkah serupa dalam kerangka Abraham Accords.
Sementara itu, dukungan dari negara-negara Eropa kian menguat. Spanyol dan Irlandia menjadi pelopor sikap baru di dalam Uni Eropa yang menuntut pengakuan terhadap Palestina. Kedua negara itu telah menyuarakan keprihatinan atas kekerasan yang terjadi di Gaza, terutama setelah serangan Israel terhadap tenda pengungsi di Rafah yang menuai kecaman internasional.
Selain Spanyol dan Irlandia, Prancis dan Slovenia juga memberikan sinyal dukungan terhadap pengakuan Palestina sebagai negara berdaulat. Mereka menyatakan bahwa kekejaman yang terus berlangsung tidak bisa lagi ditoleransi dan harus segera dihentikan melalui solusi diplomatik dan pengakuan atas hak-hak rakyat Palestina.
Meski demikian, perkembangan ini masih menghadapi tantangan diplomatik dan politik di berbagai forum internasional. Namun, dorongan kuat dari negara-negara pendukung memperlihatkan bahwa perjuangan kemerdekaan Palestina mendapatkan momentum baru di tengah krisis kemanusiaan yang belum juga mereda.