Tantangan Evakuasi Pendaki Brasil di Rinjani, Pakar Jelaskan Kendala Helikopter

by christine natalia
Tantangan Evakuasi Pendaki Brasil di Rinjani, Pakar Jelaskan Kendala Helikopter

Salingsambung.com – Proses evakuasi terhadap pendaki asal Brasil, Juliana De Souza Pereira Marins (27), yang tewas setelah terjatuh di lereng Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), masih menemui kendala. Sejumlah faktor teknis dan cuaca menjadi penyebab utama sulitnya upaya evakuasi menggunakan helikopter.

Pakar penerbangan nasional, Gerry Soejatman, menjelaskan bahwa posisi korban yang berada di ketinggian sekitar 9.400 kaki menyulitkan helikopter untuk bermanuver. Lereng terjal dengan permukaan yang tidak stabil menjadi salah satu risiko utama jika evakuasi dilakukan dari udara.

“Helikopter pada ketinggian tersebut menghadapi keterbatasan performa. Meskipun secara teknis mampu, margin keamanannya sangat tipis,” ungkapnya dalam wawancara, Rabu (25/6).

Menurutnya, evakuasi udara di medan seperti itu memerlukan perhitungan matang. Jika korban masih dalam kondisi hidup, dampak angin dari baling-baling helikopter justru dapat membahayakan nyawanya.

“Di lokasi tersebut, pasir dan kerikil berada di lereng yang curam. Jika korban bergeser akibat hembusan rotor, ia bisa jatuh ke jurang sedalam 200 meter,” ujarnya menambahkan.

Gerry menekankan bahwa misi penyelamatan harus memperhitungkan risiko terhadap korban maupun tim penyelamat. Ia menyebutkan prinsip utama dalam misi penyelamatan adalah memastikan pihak yang hendak menyelamatkan tidak ikut menjadi korban.

Selain kondisi geografis, cuaca di sekitar lokasi kejadian juga turut mempersulit upaya pencarian dan evakuasi. Helikopter penyelamat membutuhkan visual yang jelas untuk bisa terbang aman.

“Jika lokasi tertutup kabut, maka helikopter tidak bisa beroperasi. Dalam kondisi seperti itu, orientasi visual hilang dan helikopter bisa tergelincir atau menabrak tebing,” jelasnya.

Sebelumnya, Juliana dilaporkan jatuh pada Sabtu (21/6) sekitar pukul 06.30 WITA saat mendaki Gunung Rinjani. Tim SAR gabungan berhasil menemukan jasadnya pada Senin (23/6) pukul 07.05 WITA, sekitar 500 meter dari titik jatuh dengan kondisi medan terdiri dari batu dan pasir.

Pada Selasa (24/6), tim akhirnya menjangkau lokasi korban yang berada di kedalaman sekitar 600 meter. Namun, cuaca buruk memaksa proses evakuasi ditunda dan dijadwalkan kembali pada Rabu (25/6).

Rencana evakuasi mencakup metode lifting atau pengangkatan korban dari lokasi jatuh ke atas. Setelah itu, korban akan ditandu menuju Posko Sembalun. Dari sana, jenazah akan dibawa ke RS Bhayangkara Polda NTB menggunakan helikopter.

Hingga siang hari ini, proses evakuasi masih berlangsung dan belum ada keterangan terbaru dari pihak berwenang. Sementara itu, publik menantikan keberhasilan upaya tim SAR dalam mengevakuasi korban dengan aman.

Peristiwa ini kembali mengingatkan pentingnya kesiapan teknis, pertimbangan cuaca, dan analisis risiko dalam operasi penyelamatan di wilayah ekstrem seperti gunung.

Related Posts

Leave a Comment